Tuesday, June 9, 2015

JUST WAR CONCEPT

Hugo Grotius berpendapat bahwa:
“Sesungguhnya setiap manusia memiliki sifat yang baik. Oleh karena itu, segala sesuatu yang sesuai dengan sifat dasar manusia maka itu adalah sesuatu yang benar secara moral. Begitupun sebaliknya, segala sesuatu yang bertentangan dengan sifat asli manusia maka itu adalah sesuatu yang salah secara moral” (www.academia.edu, 2012b).

Hugo Grotius juga menyatakan bahwa dirinya tidak menolak akan adanya kemungkinan untuk melakukan perang. Karena menurutnya, perang merupakan suatu yang tidak dapat dihindari dan terkadang justru diperlukan untuk menegakkan moral atau kebenaran yang dipercaya oleh negara. Atas dasar hal tersebut, maka Grotius menawarkan sebuah konsep yang bernama just war atau perang yang sah/adil (www.academia.edu, 2012b).

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis menggunakan konsep just war untuk membantu penulis dalam menemukan jawaban atas rumusan masalah yang terdapat pada bab sebelumnya. Konsep just war dirasa sangat tepat digunakan bila dihadapkan dengan permasalahan kekerasan terhadap sipil dalam sebuah kondisi pertempuran atau peperangan yang menjadi dalam fokus penelitian ini.

Just war adalah konsep normatif yang cenderung mengarah pada upaya untuk mencegah agar jangan sampai terjadi sebuah peperangan, Walaupun sesungguhnya konsep ini menjelaskan tentang bagaimana negara harus bertindak dalam melancarkan aksi perang. Just war pada prinsipnya merupakan justifikasi dilakukannya sebuah peperangan terhadap negara lain dengan aturan-aturan yang baku, yang setidaknya berupaya untuk mengurangi kerugian-kerugian akibat perang (Effendi, 2010:19-25).

Just war terdiri dari tiga buah kriteria. Pertama adalah jus ad bellum atau keadilan alasan atau pernyataan untuk melancarkan perang. Kedua adalah jus in bello atau keadilan dalam berperang (membatasi kerusakan dan kehancuran akibat perang). Yang perlu diingat adalah, jus in bello bukanlah kriteria untuk mencegah terjadinya perang (Effendi, 2010:19-25). Ketiga adalah jus post bellum atau keadilan seusai perang dilakukan (www.academia.edu, 2012a).

Berikut adalah aturan-aturan dalam kriteria jus ad bellum, yakni: pertama, just cause. Adalah aturan yang mengatur tentang penyerangan yakni, suatu negara melakukan atau melancarkan perang harus karena mendapat serangan atau invasi terlebih dulu dari pihak lain. Motivasi dari kekuatan bersenjata yang dikerahkan sesungguhnya hanya untuk mempertahankan diri dari serangan pihak lawan.

Kedua, legitimate authority. Maksudnya adalah pengambilan keputusan untuk melakukan peperangan mutlak dihasilkan dari sebuah kekuasaan yang sah dalam negara. Ini berarti perang yang dilakukan atau dilancarkan adalah atas nama kepentingan negara, bukan atas dasar kepentingan individu atau pun kelompok-kelompok tertentu semata. Ketiga, proportionality. Penggunaan kekuatan bersenjata adalah jalan pilihan ketika memang ada sebuah tindakan provokasi yang berarti dari pihak lain.

Keempat, probability of succsess. Dalam poin ini menitikberatkan, bahwasannya harus terdapat keyakinan yang menjamin sebuah kesuksesan dengan jalan perang yang diambil. Jangan sampai terjadi hal yang sia-sia ketika negara sudah mengorbankan harta, jiwa, raga dan hal-hal lainnya dengan masif (Effendi, 2010:19-25). Kelima, niat dalam melancarkan peperangan harus berada dalam ranah just cause, artinya alasan semisal untuk mendapat keuntungan-keuntungan material tidak dapat dibenarkan (www.academia.edu,  2012a).

Sedangkan dalam kriteria jus in bello Ni Suryani dkk (2012a) menjelaskan, bahwa jus in bello adalah aturan-aturan yang mengatur mengenai bentuk-bentuk perlakuan terhadap pihak lawan. Pertama, senjata-senjata yang dilarang penggunaannya oleh hukum internasional mutlak tidak boleh digunakan dalam sebuah peperangan. Kedua, tawanan perang (prisoner) harus diperlakukan dengan baik (manusiawi), karena setelah tertangkap prisoner bukan lagi menjadi sebuah ancaman bagi keamanan.

Ketiga, tidak ada senjata jahat atau alat jahat yang berada dalam dirinya sendiri yang diperbolehkan untuk digunakan, sebagai contoh adalah weapon mass Destruction (WMD) atau pun melakukan pemerkosaan masal. Keempat, pasukan bersenjata tidak dibenarkan untuk melanggar aturan-aturan tersebut, tetapi dimaksudkan sebagai respon terhadap pihak lawan yang melanggar (www.academia.edu,  2012a). Kelima, membedakan antara dua golongan yakni, combatant atau pejuang atau pasukan bersenjata dengan non-combatant (sipil). 

Kriteria jus in bello menegaskan bahwa golongan sipil bukanlah objek dari sebuah peperangan yang terjadi. Untuk itu, dalam melakukan serangan maka harus membedakan dua target serangan. Pertama, counterforce target. Penyerangan berfokus pada pusat-pusat militer yang antara lain adalah formasi tentara, tank, pesawat tempur, kapal perang dan instalasi-instalasi militer lain yang dapat melemahkan kekuatan militer lawan.

Kedua, countervalue target. Disini penyerangan berfokus pada sarana dan prasarana yang berdekatan dengan sebuah kota yang dapat mendukung kapabilitas perang secara umum seperti pabrik, rel kereta, bandara sipil dan pembangkit listrik. pada countervalue target meskipun bukan masyarakat atau sipil yang menjadi target, namun sangat berpeluang besar untuk menciderai atau melukai sipil bahkan bukan suatu hal yang tidak mungkin peluang jatuhnya korban jiwa dari pihak sipil pun tak terelakkan (Effendi, 2010:19-25).

Seperti halnya Jus ad bellum dan jus in bello, jus post bellum juga memiliki aturan-aturan tersendiri. Pertama, hak-hak prisoner yang pelanggarannya dapat dibenarkan oleh bukti dan fakta yg otentik harus dikembalikan. Kedua, ketika peperangan dideklarasikan oleh sebuah otoritas kekuasaan yang sah, maka ketika perang berakhir otoritas kekuasaan yang sah pun harus mendeklarasikan kembali perang yang telah usai. Ketiga, dalam hal penyusunan penyelesaian dengan ketetapan dalam persyaratan, harus dilakukan dengan proporsional. Keempat, peradilan internasional terhadap kejahatan perang harus diadakan dengan terbuka dan diskriminasi perlakuan antara combatant dan non-combatant tetap diberlakukan saat vonis hukuman dijatuhkan terhadap yang terbukti bersalah (www.academia.edu,  2012a).

No comments:

Post a Comment